The Devil in Marge Simpson

The Devil in Marge Simpson
Ditayangkan di KoKi Kolom Kita, selasa 27 Oktober 2009
http://www.koki-kolomkita.com/baca/artikel/2/933/the_devil_in_marge_simpson

Mendengar dan membaca gonjang ganjing kisah biru Miyabi di layar biru, tidak dapat kukatakan betapa besar ketidaktahuanku akan wanita “be-biru ria” ini. Namun, kuakui ada satu wanita berambut biru, yang sangat kukenal dan sempat tergila-gila dengan perannya di layar berwarna tidak hanya biru, namun didominasi oleh warna kuning dan warna lain-lainnya.

Wanita berambut sasak tinggi berwarna biru yang kukenal dan pernah tergila-gila menunggu kehadirannya di layar berwarna lebih dari biru adalah seorang ibu rumah tangga yang mempunyai seorang suami yang kadangkala (sering) bolot, kadangkala galak namun baik hatinya, seorang anak lelaki yang tobat-tobat kekreatifitasannya yang ngalmost menjurus pada anarkisme namun masih bisa terkendali dan terarah, seorang anak perempuan yang fanatik dengan saxophone dan mempunyai idealisme yang bongsor sehingga dikenal sebagai model tokoh feminist, serta seorang bayi perempuan yang selalu sibuk berjalan-jalan (pagi, siang, sore dan malam) dengan trademark dot di mulutnya yang mungil.


Wanita berambut sasak tinggi berwarna biru dan berpenampilan kalem serta terlihat bijaksana dan mampu membuatku tergila-gila, kini membuatku berteriak kencang, “Gila!!!” Asli gila karena debutnya yang terakhir mampu melontarkanku dengan cepat dari kursi rotan tua yang sering berdenyit-denyit saat aku duduk gugup menulis hasil penelitian. Judul yang tertulis besar-besar pada cover majalah kelinci berdasi a.k.a Playboy yang terpampang di layar monitor, meninjuku dengan telak! “The Devil in Marge Simpson”


Ada apa dengan keluarga Simpson yang telah bertahta selama 20 tahun sehingga rela membiarkan Marge Simpson “menjual kejalangannya”, yang hanya dikeluarkan bertahun-tahun di depan Homer, kepada publik, berpose sensual pada majalah Playboy yang menjadi konsumsi publik lelaki seantero dunia?

Ada apa dengan majalah Playboy yang terkenal dengan para model dari jaman dulkiplik seperti Marlyin Monroe, Ursula Andress, hingga Kim Basinger, LaToya Jackson, Ashley Harkleroad, dan masih banyak lagi para wanita-wanita cantik tersenyum menggoda dalam majalah milik sang kakek, Hugh Marston Hefner, sehingga kemehek-mehek menggaet Marge Simpson, yang idem ditto tokoh seorang ibu rumah tangga dalam keluarga bizzare the Simpson, untuk menjadi top model dalam cover terbitan November 2009?

Mengutip berbagai sumber yang berceloteh di dunia internet, alasan yang dikemukan oleh pihak The Simpson dalam melakukan gebrakan di dunia Playboy ini adalah untuk menyambut ulang tahun keluarga The Simpson yang keberadaannya sudah bercokol langgeng bebas perceraian selama 20 tahun.

Sekalipun dengan alasan ulang tahun ke 20 dari sebuah film seri kartun yang memang layak diakui kekuatannya bertahan ditengah gempuran berbagai film seri kartun era abad ke 21 terutama film-film dari negara Matahari Terbit, namun keputusan untuk “menjual” Marge Simpson pada majalah yang (hanya) memberikan mimpi-mimpi akan bahagianya menjadi wanita cantik dan seksi idaman setiap pria, membuat saya menangkap kesan satir atau mungkin lebih tepat lagi jika saya mengatakan akan adanya depresi dalam diri Marge yang dalam kehidupan sehari-harinya sering diremehkan oleh suami dan anak lelakinya karena sikap dan sifatnya yang sederhana.

Dalam salah satu cerita yang saya baca mengenai episode The Simpson, Marge menjawab pertanyaan Lisa bahwa Sup Seleri juga merupakan hal yang bisa membuatnya bergairah.

Selain sikap Marge yang tampaknya terlihat pasrah menjadi seorang istri dari Homer, cerita-cerita yang dituturkan dalam adegan antara Homer dan Marge pun banyak menggambar- kan akan adanya garis perbedaan gender yang lugas diterapkan, dimana Homer menganggap dirinya sebagai lelaki yang harus melakukan tugas yang selayaknya dilakukan sebagai seorang lelaki, sedangkan Marge sebagai seorang perempuan hanya bisa melakukan tugas yang sepatutnya dilakukan hanya oleh perempuan.

Jika suatu hari, Marge melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan oleh lelaki, maka suaminya, Homer, akan berteriak keras menentang, karena jika Marge melakukan hal tersebut, maka Marge membuat Homer menjadi perempuan, dan hal itu sangat dibenci oleh lelaki berwajah persegi empat, Homer.


Terlepas dari siapakah (Homer atau Marge) yang memutuskan Marge menjadi cover majalah Simpson, satu hal yang pasti adalah mereka yang berada di balik dapur produksi The Simpson yang memegang palu keputusan untuk menggandeng majalah Playboy sebagai teman bersama untuk meniup lilin kesuksesan The Simpson selama 20 tahun.

Entah apakah motivasi ekonomi meraup pangsa pasar bersama antara pangsa pasar The Simpson dan pangsa pasar Playboy, tidak diketahui dengan gamblang, namun satu hal yang pasti telah diakui oleh pihak Majalah Playboy, bahwa pihak mereka memang berniat untuk menarik pangsa pasar baru.

Seperti yang dituturkan oleh pejabat eksekutif tertinggi (CEO) Playboy yang baru, Scott Flanders, pangsa pasar para pembaca berusia 20 tahunan merupakan lahan baru yang menggiurkan untuk diolah, setelah sekian lama mencangkul pada ladang pembaca berusia rata-rata 35 tahun ke atas.

Bukan hanya alasan itu saja yang diolah sedemikan manis oleh pihak Playboy, sang kakek pendiri kelinci putih, Hugh Hefner, mengatakan dengan adanya kerjasama pihak Playboy dengan The Simpson maka akan terjadi serangan kejutan yang mengagumkan untuk para fans berat Marge Simpson (termasuk saya yang langsung terbatuk-batuk, terkejut beneran, untungnya tidak terjatuh dari kursi rotan tua yang sudah menjadi kesayangan sejak dahulu kala).

Selain menempatkan Marge Simpson sebagai cover depan, mbah Hugh Hefner juga telah mempersiapkan model Victoria’s Secret yang aduhai, Alina Puscau. Dengan bangga ia menegaskan bahwa para penggemar yang sejati menginginkan kedua-duanya tampil dalam majalah kesayangan mereka. Dan untuk menyenangkan hati gundah gulana para penggemar The Simpson, mbah Hugh Hefner meyakinkan bahwa pemotret pose seksi menggoda Marge Simpson adalah Homer, suami Marge sendiri.

Sore ini saya melancarkan pertanyaan kepada Matt, bocahku satu-satunya,

“Matt, kamu sudah pernah nonton The Simpson kan? Masih ingat bagaimana rupanya Marge?”

“Hmm, iya ingat, yang rambutnya sering kepentok pintu masuk kan?”

“Iya, yang sasak rambutnya tinggi dan berwarna biru. Mmm, kamu tahu majalah Playboy?”


Pertanyaan apa sih? Iya,iya, aku pernah dengar tentang majalah Playboy. Ada apa sih? Kok tanya seperti itu?” jawab anakku dengan rasa gentar, seolah-olah saya sedang mencurigainya melakukan perbuatan diluar batas umurnya.

Ha ha ha, aku cuma mau tanya saja. Kamu tahu, kalau Marge Simpson menjadi cover majalah Playboy? Menurut kamu, Marge Simpson itu seksi atau tidak?”, tanyaku sambil menatap siap tertawa mendengar jawabannya.

Gila! Kenapa tokoh komik yang menjadi cover majalah? Lagipula kenapa yang diambil Marge Simpson, aduhhh... Sudah ah, jangan tanya-tanya lagi. Aku mau jjs dulu, mumpung matahari belum tidur” jawab Matt sambil geleng-geleng kepala, menganggap saya mungkin sudah jatuh gila, ha ha ha...
tanyaku lagi.


Gebrakan The Simpson tidak hanya berhenti di cover majalah Playboy, kembali untuk merayakan keutuhan bersama keluarga The Simpson selama 20 tahun, mereka akan mengeluarkan episode terbaru pada bulan November nanti dengan judul “THE DEVIL WEARS NADA” (setan yang tidak mengenakan apa-apa/telanjang), dimana Marge dan "Philanthro-Chicks" memutuskan untuk berpose untuk kalender dalam upaya mengumpulkan uang dalam suatu tindakan amal.



Hmm, sudah berapa tahun aku tidak menonton keluarga The Simpson? Mungkinkah The Devil Wears Nada akan menggerakkan diriku memelototi kembali Homer dan keluarganya? Ahhh tunggu nanti saja, bulan depan...

Salam sayang buat KoKiers dari “The Devil don’t Wear Prada”

Arita - CH
Sumber gambar:
  1. http://hollywoodindustry.digitalmedianet.com/articles/viewarticle.jsp?id=867757
  2. http://simpsons.wikia.com/wiki/The_Devil_Wears_Nada

Danau Superiore, Pegunungan Alpen

Di tayangkan di KoKi Kolom Kita, Jumat, 16 Oktober 2009 
http://www.koki-kolomkita.com/baca/artikel/14/902/danau_superiore_pegunungan_alpen 

Seperti musim panas yang telah lewat, musim panas 2009 sama panasnya dan sama gerahnya. Bau lembab di tengah kota serta “serangan” turis dari pojok-pojok Eropa ke Ticino, membuat kami bergegas mempersiapkan diri untuk bersembunyi dalam keheningan alam di atas sana, mencoba mencari matahari sejuk di pegunungan Alpen, tepatnya di lembah Sambuco, dengan ketinggian 2311 m. 

Di musim panas bulan Agustus, pada ketinggian diatas 2000 m, bongkahan salju masih mampu bertahta, sekalipun sebagian daerah kekuasaan sudah menghijau dijarah oleh matahari. Berpose dengan celana pendek dan beralaskan dataran salju, membuat klik foto berpijar, flash flish flosh... Puas dengan klak klik kamera serta cuci mata, Matt, anak lelaki saya, mulai melakukan pemanasan dengan memancing di danau Narèt. Namun tak lama kemudian, para pemancing lainnya mulai berdatangan, dan akhirnya danau ini menjadi penuh dengan pemancing yang berlomba mencari sekail ikan. Sesuai dengan tujuan awal, bersembunyi di dalam alam bebas, maka kami pun kabur, mencari lokasi strategis untuk mendirikan tenda jauh dari kerumunan orang banyak. 

Lembah Sambuco yang diperkaya dengan danau-danau, memberikan banyak pilihan untuk bersembunyi dari keramaian, kamipun turun beberapa meter dari puncak gunung dan memilih berhenti di ketinggian 2128 m, dan menetapkan danau Superiore (“Lag da sura”) sebagai pilihan yang tepat. Memiliki dataran yang lumayan berumput, dekat dengan sungai kecil yang menghubungkan antara danau Superiore (“Lag da sura”) dan danau Sassolo (“Lag bass”), sebagai rumah sementara selama beberapa hari. 


Hoppp... tenda pun dibuka, tepat di pinggir atas “kamar mandi”. Kamar mandi tak beratap, namun penuh dengan sumber air dan tentu saja aliran air yang cukup deras, yang mampu menyapu bersih segala kotoran, baik yang menempel di tubuh, maupun kotoran yang keluar dari dalam tubuh... 



Beberapa jam kemudian, kami mulai melihat tanda-tanda kegagalan dari usaha sembunyi kami, beberapa turis datang melakukan aktivitas selam di danau yang kini menjadi “daerah jajahan” kami. Setelah bla, bla, bla dengan mereka, kamipun berani bernafas lega, karena mereka hanya tertarik dengan dunia bawah air, lalu pulang kembali ke kamar hotel, dengan fasilitas kamar mandi beratap, bernafaskan peradaban moderen. 


Puas dengan lokasi jajahan, di tambah seruput kopi panas menghangatkan perut, kamipun mulai beraksi. Kugelar tikar mempersiapkan acara leyeh-leyeh baca buku disambung tidur siang, sedangkan Matt dan PM sibuk dengan pancingan serta buku petunjuk akan jenis ikan yang boleh dipancing. Kegiatan pancing memancing di Swiss lumayan penuh dengan aturan. Untuk memancing di tempat dengan ketinggian diatas 1000 m dibutuhkan ijin khusus memancing, dan hasil pancingan dibatasi hanya 12 ekor ikan per hari, serta jenis dan ukuran panjang ikan juga ditentukan minimum 23 cm (untuk ikan jenis Trout). 
Sudah beberapa jam, kulihat Matt hanya mendapatkan ikan berukuran kecil, sedangkan ikan berukuran besar tampaknya sedang menikmati acara tidur siang (tampaknya meniru kebiasaan manusia, dimana anak kecil memang paling senang kabur dari acara tidur siang hi hi hi ...). Posisi berdiri Matt mulai bergeser menjadi setengah berbaring, sambil melamunkan hasil tangkapan kelak, atau entah apa yang dilamunkan anak remaja tersebut hanya Tuhan dan Matt sendiri yang tahu, bentuk lamunan di depan air dingin berisikan ikan Trout dan ikan berjenis Salmonidae. 


Sang kala di tengah alam bebas tampaknya berdetak lebih cepat daripada di tengah kota. Perut yang berkriuk-kriuk keras menandakan hampir saatnya makan malam. Cuaca terang benderang yang sangat cerah seolah baru jam 3 sore, tampaknya mengkhianati ketepatan arloji dimana jarum pendeknya menunjuk ke angka 6. Ahhh! Harus bikin tungku api sekarang, karena untuk membuat api dengan kayu bakar bisa membutuhkan 2 jam hingga bara api siap untuk memanggang. Untuk kemping di atas gunung berbatu yang pelit pohon besar dibutuhkan persiapan matang, yang diantaranya adalah membawa kayu bakar sendiri dari rumah, kalau tidak mau gigit jari kelabakan cari kayu bakar di tengah dataran bebatuan dengan ketinggian pohon maksimum 30 cm. 
Dengan menggunakan tumpukan batu-batu gunung yang ada disekitar danau, maka dapur alla Mr. Flinstone pun mulai dibuat, dan acara tiup-tiup api pun kuhembuskan agar kayu-kayu yang sudah kami persiapkan dari rumah, segera terbakar habis. 

Menjelang pukul 8 malam, dari kejauhan terdengar dentang denting lonceng glang gling glung bergaung bersahut-sahutan. Tampak barisan memanjang binatang berkaki empat mendekat perlahan-lahan. Tak lama kemudian terlihat jelas, pasukan kambing menatap dan semakin menuju ke arah kami. Ada kurang lebih ratusan kambing menghampiri, berjalan menuju tenda, seakan tenda kami dirikan di jalur bebas hambatan pasukan kambing tersebut. Sempat ketar-ketir diserbu ratusan kambing, tengok kiri tengok kanan, tidak ada terlihat batang hidung pak gembala, yang ada hanya sang komandan, seekor kambing jantan berbulu hitam memimpin pasukannya dengan embikan keras disambut dentang-dentang kalung lonceng kecil yang tergantung di seluruh pasukan kambing yang berjumlah ratusan. 



Pasukan kambing tersebut sempat mengendus tenda kami, namun untunglah tenda kami berbau plastik, sehingga mereka hanya mencabik rumput-rumput di sekitar tenda lalu meneruskan perjalanan, menyeberangi titian sungai kecil, kamar mandi tak beratap kami, lalu mendaki gunung meneruskan perjalanan mereka pulang ke kandang yang entah terletak dimana. Sangat mengagumkan melihat kemampuan kaki-kaki mereka yang mencengkeram erat, berjalan di lereng gunung bebatuan curam, tanpa perlu tengok kiri tengok kanan. Sejenak sempat diriku merasa iri dengan kambing, namun akhirnya aku bahagia menjadi manusia, karena aku bisa menulis, mana bisa kambing menulis??? 




Hari – hari di gunung, kami habiskan dengan berbagai kegiatan, seperti memancing, baca buku, hiking mengelilingi danau Narèt dan sekitarnya, lalu turun kebawah mencari susu segar dan keju, dan ber-barbeque ria (ini favorite ku, yeaaa!). Di malam hari, belajar ilmu perbintangan, mencari ikat pinggang Orion ataupun membaca masa depan cuaca, meyakinkan diri kalau besok tidak akan ada hujan yang mampir bertamu, mengusir kami kembali ke peradaban moderen...argh! 





Arita - CH