Wiraswasta di LN

30.11.2005.
Dear Zeverina,
Pertama-tama saya mengucapkan terima kasih dengan adanya kolom ini di Kompas.com. Berbagai cerita dan pengalaman baik yang positif maupun negatif sekalipun membuat kita menyadari bahwa sebagai orang Indonesia dimanapun mereka berada terpencar di berbagai penjuru dunia tetap berkumpul menjadi satu dalam satu bahasa Indonesia di website Indonesia, yang bertempat di Indonesia.

Cerita yang akan saya utarakan mungkin bisa memberi informasi tentang bagaimana hidup di Luar Negeri dengan titik pandang yang berbeda.
Alasan saya meninggalkan Indonesia bukan karena ikut suami, kuliah ataupun bekerja, tetapi karena mencari anak saya yang diculik oleh bekas suami saya (WNA). Singkat kata saya sudah menemukan anak saya dan dikarenakan situasi hukum membuat saya « harus » tetap di Eropa agar bisa selalu dekat dengan anak saya. Maaf saya tidak menceritakan kisah tentang mengapa anak saya diculik dan bagaimana saya bisa menemukannya, mungkin di lain surat saya akan menceritakan pengalaman tersebut.

Saya tinggal di Swiss, dan mempunyai usaha sebagai penjual barang2 dari Indonesia. Pertama kali saya mengajukan ijin menetap disini, saya tidak menemui banyak kesulitan dikarenakan saya sudah punya PR di negara Eropa (FR) sebelumnya tetapi saat saya sudah mendapatkan ijin tinggal ternyata tidak secara otomatis mendapatkan ijin kerja. Ada 2 Ijin kerja, Kesatu, yaitu "Dependent" yang berarti bekerja untuk sebuah instansi dan kedua "Independent" yang berarti sebagai pihak Swasta, dimana saya termasuk dalam kategori kedua.

Waktu saya meminta formulir ijin kerja independent, petugas kepolisian kantonal "tidak mau" memberikan formulir tsb malah menasihati saya untuk mencoba melamar pekerjaan sebagai pelayan di supermarket setempat dimana saya mengartikan "be dependent, don’t be independent". Setelah melalui perdebatan yang cukup seru barulah formulir tersebut diberikan kepada saya.

Melalui proses yang panjang dan sempat ditolak satu kali akhirnya saya bisa mendapatkan ijin kerja Independent. Usaha saya bergerak di bidang kesenian dan permebelan yang saya fokuskan hanya dari Indonesia, walaupun banyak yang menawarkan barang2 dari negara Asia lainnya, bahkan dengan harga yang jauh lebih murah, tetap saya mengambil dari Indonesia.

Sejak awal saya berniat berwiraswasta agar bisa lebih mudah memantau perkembangan anak saya dan pilihan saya hanya Indonesia karena merupakan jembatan bagi saya dan Indonesia, tanah air saya sendiri. Saya bersyukur karena dengan usaha ini memungkinkan saya untuk pulang ke kampung halaman minimum sekali dalam setahun, dan bisa membantu perekonomian Indonesia, walaupun dalam skala kecil. Bahkan sejak itu saya jadi mengenal kebudayaan tanah air jauh lebih dalam dari sebelumnya dan bangga jadi orang Indonesia dimanapun saya berada.

Cerita tentang menjadi penjual barang dari Indonesia banyak suka dan dukanya. Saat saya menawarkan barang Indonesia ke perusahaan Swiss, reaksi pertama yang sering saya terima adalah rasa tidak percaya bahwa sayalah pemilik barang, bahkan ada yang terang-terangan menolak dengan kata-kata pedas bahwa pedagang orang Indonesia adalah penipu dan dia lebih suka membeli barang Indonesia dari orang asia lainnya (negara MI) daripada dari orang Indonesia langsung. Wah mau marah saya mendengarnya, tapi saya berpikir mungkin orang ini pernah ditipu oleh orang Indonesia, saya jadi penasaran dan ingin membuktikan bahwa orang Indonesia bukanlah penipu seperti yang dia kira.Setelah saya jelaskan panjang lebar akan kekuatan hukum dari usaha yang saya jalankan dan dengan dasar hukum Swiss yang mengikat perjanjian kerjasama, akhirnya dapat dijalin pengertian antara orang tersebut dan saya.

Pernah satu kali saya ikut pameran budaya asia dalam skala nasional (canton), dimana stand saya membawa nama Indonesia. Stand itu hanya berukuran 12m2 dikarenakan biaya sewa yang cukup tinggi dan dana dari pihak sendiri. Sebelah stand saya adalah stand dari India dengan luas hampir 50 m2 dan dibiayai oleh pemerintah India. Tapi saya tidak mau minder, biar kecil tapi berbobot, saya minta tolong salah satu teman Indonesia untuk menari Bali dalam acara tersebut, akhirnya tercapailah tujuan saya, stand terkecil tapi paling banyak peminatnya.

Belum habis kebahagiaan saya melihat minat pengunjung yang besar, datanglah pengunjung dari Indonesia. Tentu saja saya senang melihat orang setanah air mengunjungi stand saya, tapi reaksi yang saya terima membuat saya mejadi sedih.. Dia berkata "eh kecil amat stand dari Indonesia, malu-maluin saja. Kalau tidak mampu buat stand yah tidak usah ikut berpartisipasi dong. Masa kalah sama negara Asia lainnya yang lebih miskin dari Indonesia, bikin malu bangsa saja". Aduh, dengar komentar jelek dari bangsa lain masih bisa bikin saya kuat, tapi komentar dari bangsa sendiri, sedih sekali hati saya saat itu.



Satu lagi ada pengunjung orang Indonesia yang enggan bicara sama saya dan memilih bicara dengan karyawan saya (kulit putih) untuk menawarkan kerjasama karena dia pikir saya adalah pegawai, dan yang kulit putih adalah bos saya, aduh mak! Setelah dijelaskan bahwa dia (kulit putih) adalah karyawan, orang itu langsung pergi tanpa permisi. Tapi hati saya digembirakan oleh kunjungan beberapa pemuda-pemudi Indonesia yang masih berstatus pelajar. Ada yang asli 100% keluarga Indonesia yang lahir di Eropa tetapi belum pernah pulang ke Indonesia, mereka senang sekali mendengar dan melihat akan kebudayaan Indonesia yang kaya.

Ada yang memang pelajar Indonesia yang sedang menuntut ilmu disini, bangga akan adanya stand Indonesia malah sempat mempertunjukkan kemampuannya bermain wayang kulit. Wah tunas muda seperti inilah yang bisa membuat Indonesia maju! Ada yang mengejek karena saya berkebaya saat bekerja, sementara ada yang memuji karena jarang melihat wanita Indonesia berkebaya, kecuali waktu 17 Agutus di KBRI.

Pernah sekali saya didatangi dua ibu-ibu Indonesia saat sedang pameran, mempertanyakan berapa gaji saya. Saya penasaran akan maksud dari pertanyaan tersebut lalu saya jawab bahwa gaji saya lumayan, ibu tersebut menawarkan pekerjaan lain, ringan tapi banyak uangnya. Jadi escort lady! Ampun! Saya hanya bisa tersenyum kecut dan bilang terima kasih, saya lebih suka yang halal.

Satu hari di toko saya didatangi oleh satu keluarga komplit, ibu, bapak dan ketiga anaknya. Mereka bertanya-tanya tentang kebudayaan Indonesia, tentu saja dengan senang hati saya menjawab dan menerangkan, sampai si Ibu bertanya tentang hal yang aneh akan saya.

Dia pernah berkenalan dengan orang Indonesia di Jerman saat belajar Yoga (sekarang ibu tersebut adalah guru Yoga), dimana kenalan orang Indonesia itu bilang di Indonesia kalau perempuan dengan rambut dikonde tinggi serta acak-acakan (tidak terlalu rapih, agak kusut) berarti orang itu mempunyai kemampuan gaib/paranormal, jadi guru yoga tersebut bertanya apakah benar di Indonesia seperti itu dan kalau benar apakah saya punya kemampuan gaib (karena kebetulan konde saya tidak terlalu rapih). Wah kalau buat jawab apakah saya paranormal tentu saja Tidak. Tapi buat menjawab apakah di Indonesia ada perempuan yang seperti itu, saya cuma bisa berdiplomatis bahwa di Indonesia ada 18.108 pulau, 300 etnis tersebar dari sabang sampai merauke dan saya belum bisa mempelajari semuanya. Sepengetahuan saya sampai hari ini belum pernah mendengar hal tersebut sehingga saya tidak bisa menjawab pertanyaan itu.

Berjualan barang dari Asia kadang juga dianggap berjualan barang yang aneh yang mempunyai kekuatan gaib, dan saya pikir ini adalah taktik tidak jujur pedagang (yang kebanyakkan orang asing) agar bisa menjual barangnya. Pernah saya berbincang-bincang dengan salah satu pedagang dari negara Asia lainnya. Ia bercerita bahwa untuk menjual lonceng dia menjelaskan ke pengunjung bahwa dengan mendengarkan suara denting lonceng setiap pagi maka segala kesusahan akan hilang hari itu. Saya hampir terbahak-bahak mendengarnya, tetapi waktu dia melakukan aksinya didepan pembeli, persis seperti yang dia katakan kepada saya, eh berhasillah dia menjual lonceng. Bahkan ada yang menjual gental kecil dengan nama "Pangilan buat malaikat", laku keras! Ya ampun mungkin ini bedanya manusia yang berTuhan dengan manusia yang tidak mengenal Tuhan. Biar sudah pintar teknologi dan pendidikkan masih saja mencari alternatif lain selain Tuhan.

Saya punya Gong yang tua dari pulau Jawa dan suaranya merdu sekali. Lalu banyak yang bertanya apakah Gong tersebut mempunyai "isi" yang kuat, apakah bisa mendatangkan kebahagiaan, apakah bisa mendapatkan kedamaian? Saya jawab bahwa Gong ini saya jual karena kualitas keindahan ukirannya, serta kemerduan suaranya, saran saya sebelum anda mencari sesuatu yang ada "isinya", "isilah" diri anda dahulu dengan introspeksi diri dan berdoa. Kalau anda percaya bahwa sesuatu bisa "berisi" masa anda tidak percaya bahwa alam dan seisinya adalah milik dan ciptaan Tuhan. Kadang jawaban saya bikin marah orang tetapi banyak juga yang akhirnya "bertobat".

Lama kelamaan saya menjadi kebal dengan reaksi negatif dari orang Indonesia ataupun tentang Indonesia dan lebih memusatkan perhatian kepada reaksi positif. Ada yang buruk, tetapi banyak juga yang baik sehingga semuanya saya simpulkan bahwa yang baik untuk kebaikan yang buruk pun bisa dijadikan pelajaran agar menjadi lebih baik.

Seperti layaknya dalam kehidupan berusaha ada masa pasang adapula masa surutnya.. Pada saat saya sedang dalam masa surut mertua saya (saya sudah menikah lagi) pernah menyarankan untuk bekerja kantoran saja dimana setiap bulan pasti ada pemasukkan. Tapi saya menolak. Setiap saya ke Indonesia bertemu dengan pengrajin dan keluarganya yang selalu tekun dalam bekerja, jujur dan percaya terhadap saya, takwa dalam kehidupannya dan gigih sebagai pengrajin, menggantungkan sendok nasinya ke tangan pembeli yang salah satunya adalah saya. Lah kalau saya ganti haluan, saya mungkin tidak mengalami masalah, tapi pengrajin tersebut pasti kehilangan satu pembeli yang juga mengakibatkan kekurangan dalam pemasukkan mereka.

Bukan maksud saya untuk menjadi pahlawan bagi mereka tetapi sesusahnya saya disini masih ada kelebihan dan fasilitas negara yang bisa saya dapatkan sedangkan mereka kalau dalam kesusahan tentulah tidak semudah saya disini. Jadi saya berpikir berkali-kali untuk ganti haluan. Namanya orang usaha, ada susahnya ada untungnya, kelebihan dari usaha ini adalah saya mendapat kebahagian batin dimana saya dan Indonesia tidak terputuskan oleh jarak dan tempat . Kebahagian yang tidak bisa dinilai dan digantikan oleh materi.

Terima kasih untuk Zeverina dan Kompas online, atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk berbagi pengalaman hidup, salam sejahtera.


Arita - CH




Previous
Next Post »