Karungut Foto

06.04.2008.

Banyak berfikir, kening banyak berkerut, mungkin lebih baik kita berkarungut.
Bukan aku pandai mengarang, ku hanya ingin mengusir si bimbang.

Dengan bendera yang berkibar, kususuri sungai yang lebar.
Mengajak kami bermalam, dipinggir sungai Tumbang Samba yang dalam.
Dini hari ayam berkokok, kami menaiki perahu kelotok.
Dengan kantuk yang belum pergi, tetap menyambut matahari pagi.
Perahu melaju mengalir, sang anak kecil menatap riak air. Semilir-semilir, angin mendesir-desir.
Tiba di Tumbang Manggu, berdiri betang Bintang Patendu.
Tampak hejan terpaku, kunaiki tanpa ragu.
Memasuki balai Karungut, tampak terurut, perlengkapan alat musik untuk mangarungut.
Perut mulai bergoyang tanda belum makan, kumasuki ruang dapur mencari sesuatu untuk ditelan
Memasuki betang kedua, hati mulai nelangsa, dapur masih berbentuk kerangka
Waktu berlalu perjalanan harus berlanjut, sekalipun cerita belum lengkap terajut .
Pak Syaer Sua turun mengantar, kami harus meneruskan pekerjaan yang terlantar
Kembali ke tengah sungai, bertemu mereka yang gigih menjala.
Kuat menjala kehidupan, demi meneruskan masa depan.
Senja turun menyapa, tanda malam telah tiba.
Menutup hari, menutup kisah cerita.

Apabila ada salah dendangku, minta ampun saja beribu-ribu,
jangan tertinggal, terima dulu terima kasihku.

Arita-CH

Previous
Next Post »